Hardiana MS
Kamis, 07 Maret 2013
Rabu, 06 Maret 2013
Pembagian jenis Kata
I.
PENDAHULUAN
Tata
bahasa tradisional mengelompokkan kata atas sepuluh jenis, yaitu:
1.
Kata benda atau nomina
2.
Kata kerja atau atau verba
3.
Kata sifat atau adjektiva
4.
Kata ganti atau pronomina
5.
Kata bilangan atau numeralia
6.
Kata keterangan atau adverbial
7.
Kata sambung atau konjungsi
8.
Kata depan atau preposisi
9.
Kata sandang atau artikel
10. Kata
seru atau interjeksi
Penggolongan
jenis kata tersebut di atas berdasarkan arti yang didukungnya. Arti yang
dimaksud harus dipikirkan secara filosofis. Cara keja Aristoteles tersebut
selalu mendapat sorotan dari para ahli tata bahasa. Pada abad XVI, seorang ahli
tata bahasa Spanyol, Sanches de las Brozas, telah mengemukakan suatu pembagian
jenis kata yang rasional dan structural, yaitu: nomen, verbum, dan particular.
Tetapi kemudian, dalam abad XIX para ahli tata bahasa Barat lainnya kembali
lagi ke dalam alam pikiran Yunani-Latin, dan mengemukakan sepuluh jenis kata
seperti tersebut di atas.
Oleh
karena ditemukan berbagai kelemahan pembagian jenis kata menurut tata bahasa
tradisional seperti kata ganti sebagai suatu jenis kata yang sebenarnya adalah
kata benda karena hanya menggantikan kata benda dalam keadaan tertentu,
menyebabkan para ahli linguistic modern mencari jalan keluar. Mereka cenderung
membuat penggolongan jenis kata yang lebih kecil seperti menggolongkan kata atas empat jenis, yaitu:
1. Kata
benda atau nomina
2. Kata
kerja atau verba
3. Kata
sifat atau adjektiva
4. Kata
tugas ( Function Word)
Pembagian
jenis kata tersebut di atas, berdasarkan bentuk atau struktur morfologinya.
Dasar bentuk ini, menyangkut (1) kesamaan morfem, yang membentuk kata, dan (2)
kesamaan cirri atau sifat dalam membentuk kelompok kata (frase) (Keraf, 1980:
83).
Pembagian
jenis kata dalam bahasa Indonesia menurut S. Takdir Alisjahbana (1954: 95-96)
sebagai berikut:
1. Kata
benda atau subtantiva, di dalamnya termasuk kata ganti atau pronominal.
2. Kata
kerja atau verba.
3. Kata
keadaan atau adjektiva, di dalamnya termasuk kata bilangan atau numeralia.
4. Kata
sambung atau konjungsi, di dalamnya termasuk kata depan atau preposisi.
5. Kata
seru atau interjeksi.
Partikel
(-lah, -kah, dan -pun) dibicarakan dalam kelompok akhiran.
Dalam
buku Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (1992: 76-249) ditemukan pembagian jenis
kata sebagai berikut:
1. Verba
2. Nomina,
pronominal, dan numeralia
3. Adjektiva
4. Adverbia
5. Kata
tugas
1)
Preposisi
2)
Konjungsi
3)
Interjeksi
4)
Artikel
5)
Partikel
Dalam
pembagian jenis kata bahasa Bugis, penulis mengacu pada pembagian jenis kata
yang tercantum dalam buku Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia seperti yang
tersebut di atas, tetapi penulis membicarakan tersendiri pronominal dan
numeralia, dan juga mengubah susunannya sehingga menjadi sebagai berikut.
1. Kata
benda atau nomina
2. Kata
kerja atau verba
3. Kata
sifat atau adjektifa
4. Kata
ganti atau pronomina
5. Kata
bilangan atau numeralia
6. Kata
keterangan atau adverbia
7. Kata
tugas atau function word
1) Kata
depan atau preposisi
2) Kata
penghubung atau konjungsi
3) Kata
seru atau interjeksi
4) Kata
sandang atau artikel
5) Partikel
II.
PEMBAHASAN
A.
Kata
Benda atau Nomina
Untuk
menentukan kata benda dari jenis kata lainnya, digunakan kriteria (1) ciri
morfologis, (2) ciri sintaksis, (3) ciri semantis.
1. Ciri
Morfologis
Ciri
morfologis kata benda mencakup (1) afiksasi dan (2) klitisasi.
a)
Afiksasi
Kata
yang berafiksasi sebagai berikut, termasuk jenis kata benda.
1) Prefiks
Pa-
, misalnya:
Pattaneng ‘penanam’
Parampoq ‘perampok’
Pattudang ‘penerima tamu’
Paqduppa ‘pengundang’
Paqgere ‘pemotong’
Pappa-
dan pappe-, misalnya:
Pappalalo ‘perizinan’
Pappedeceng ‘kebaikan’
Pappejaq ‘kejahatan’
Pappakatulutulu ‘penipuan’
Pappaka-,
missalnya:
Pappakatajang ‘penerangan’
Pappakatuna ‘penghinaan’
Pappakatanre ‘peninggian’
Pappakacommoq ‘penggemukan’
Pappakaleqbi ‘pemuliaan’
Pappasi-,
misalnya:
Pappasiala ‘pemecah belah’
Pappasiereq ‘pemersatu’
Pappasisumpung ‘penghubung’
Pappasidapi ‘penyampai’
Passi-,
misalnya:
Passidapi ‘penyambung’
Passiuno ‘pemberani dalam pembunuhan’
Passigajang ‘pemberni dalam penikaman’
Semua
prefix tersebut di atas, berintikan unsur pa-.
2) Infiks
-ar-,
misalnya:
Gareqge ‘gergaji’
-al-,
misalnya:
Galenrung ‘sejenis bunyi lemparan’
3) Sufiks
-eng,
misalnya:
Tudangeng ‘tempat duduk’
Lewureng ‘tempat tidur’
Tanengeng ‘bibit tanaman’
4) Konfiks
a- … -eng, misalnya:
Aleqbireng ‘kemuliaan’
Atajangeng ‘keterangan’
Apettung ‘keputusan’
Appa- … -eng, misalnya:
Appaqbeneng ‘alat urusan
memperisterikan’
Appaqduangeng ‘pemusyrikan’
Appaqdepu-repung ‘penghematan’
Apparengngerangeng ‘peringatan’
Appasi- … -eng,
misalnya:
Appasisalang ‘hal tentang
perselisihan’
Appasibokoreng ‘hal tentang
perseteruan’
Appasidapireng ‘hal tentang
persambungan’
Assi- … -eng, misalnya:
Assisalang ‘perselisihan’
Assobokoreng ‘perseturuan’
Assidapireng ‘persambungan’
b)
Klitisasi
Klitisasi
dalam hal ini berupa enklitik yang menyatakan milik, juga menjadi ciri jenis
kata benda.
-na,
misalnya:
Sagenana ‘kelonggarannya’
Siriqna ‘malunya’
Riona ‘gembiranya’
-mu,
misalnya:
Sussamu ‘susahmu’
Riomu ‘gembiramu’
Sukkuruqmu ‘syukurmu’
-ku,
misalnya:
Eloku ‘mauku’
Rioku ‘gembiraku’
Saraku ‘sedihku’
2. Ciri
Sintaksis
Ciri
sintaksis kata benda dapat ditemukan dalam struktursebagai berikut:
a)
Semua kata yang dapat diterangkan dengan
kata sifat sehingga membentuk frase benda, digolongkan sebagai kata benda,
misalnya:
Tau deceng ‘orang baik’
KB KS
Anging maraja ‘angin kencangn’
KB
KS
Wanua battoa ‘kampung
besar’
KB
KS
b)
Semua kata yang dapat menempati objek
kata kerja transitif digolongkan kata benda.
… Maqbaca boq… ‘membaca
buku’
KK
KB
… Maqbaluq beppa…
‘menjual kue’
KK KB
… Melli peqje… ‘membeli
garam’
KK
KB
3. Ciri
semantik
Jika
diperhatikan secara seksama kategori kata benda, maka dapat disadari bahwa di
balik kata itu terkandung pula konsep semantis tertentu. Misalnya:
Bola
‘rumah’: memiliki ciri semantis yang mengacu ke lokasi
Uleng
‘bulan’: memiliki ciri semantis yang mengacu ke waktu
Wase
‘kapak’: memiliki ciri semantis yang mengacu kea lat untuk mendorong benda yang
besar.
Pappalengngi
‘pelicin’: mengacu kepada alat yang dapat melicinkan sesuatu
Jika
ada kalimat yang melanggar ciri semantis seperti tersebut di atas, maka kalimat
itu aka ditolak, misalnya:
*Piso
ipake matteqbang aju.
‘Pisau
dipakai menebang pohon kayu.’
*Wase
ipake makkireq beppa.
‘kapak
dipakai mengiris kue’
*Bola
mattaneng ase.
‘rumah
menanam padi.’
B.
Kata
Kerja atau Verba
Untuk
menentukan apakah suatu kata termasuk kata kerja atau tidak, ditempuh cara
seperti yang dilakukan pada kata benda, sebagai berikut.
1.
Ciri Morfologis
Ciri
morfologis kata kerja mencakup (1)afiksasi dan (2) klitisasi.
a)
Afiksasi
Semua
kata berafiksasi sebagi berikut, termasuk jenis kata kerja.
1) Prefiks
Ma-,
misalnya:
Maruki ‘menulis’
Maqdareq ‘berkebun’
Maqbengkung ‘mencangkul’
Mallempa ‘memikul’
Mappasipulung ‘mengumpulkan’
Mangelli ‘membeli’
a-,
misalnya:
aqdekeng ‘berhitung’
aqjama ‘bekerja’
allotting ‘berkelahi’
aruki ‘menulis’
ri-,
misalnya:
riala ‘diambil’
risuro ‘disuruh’
ritaro ‘ditaruh’
2) Sufiks
-I,
misalnya:
Itai ‘lihat’
Engkalingai ‘dengarkan’
Kapeseqi ‘rabai’
b)
Klitisasi
Kata
yang dilekati klitik dalam hal ini proklitik yang berperan sebagai pelaku, tergolong
kata kerja.
u-, misalnya:
uala ‘kuambil’
usappa ‘kucari’
ubaluq ‘kujual’
mu-, misalnya:
muita ‘kaulihat’
muakka ‘kauangkat’
muelli ‘kaubeli’
ta-, misalnya:
taita ‘kaulihat’ (bentuk hormat)
taakka ‘kau angkat’
na-, misalnya:
nabaca ‘dia baca’
nauki ‘dia tulis’
naelli ‘dia beli’
2.
Ciri Sintaksis
Ciri
sintaksis kata kerja dapat ditemukan dalam struktur sebagai berikut:
a)
Semua kata yang dapat diiringi dengan
kata sibawa = kata sifat yang tergolong kata kerja, misalnya:
Padangngi sibawa
madeceng ‘beri tahukan dengan baik’
KK
Werengngi sibawa
cenning ati ‘berikan dengan ikhlas’
KK
b)
Semua kata yang dapat diiringi oleh kata-kata
yang mengisyaratkan waktu pelaku seperti di bawah ini.
Mattengngang, misalnya:
Mattengngang manre
‘sedang makan
KK
Mattengngang menung
‘sedang minum’
KK
Mattengngang tudang
‘sedang duduk’
KK
Pura, misalnya:
Pura rekeng ‘sudah
hitung’
KK
Pura cemme ‘sudah
mandi’
KK
Pura lewu ‘sudah
baring’
KK
Melo, misalnya:
Melo cenga ‘mau
menengadah’
KK
Melo giling ‘mau
menoleh’
KK
Melo menung ‘mau minum’
KK
3.
Ciri Semantis
Fungsi
utama kata kerja ialah sebagai predikat atau sebagai inti predikat dalam
kalimat walaupun dapat juga mempunyai fungsi lain.
Kata
kerja mengandung berbagai dasar makna dasar, misalnya:
Lari
‘lari’: mengandung mkna perbuatan
Malleqpoq
‘meledak’: mengandung makna proses
Matinro
‘tidur’: mengandung makna keadaan
Makna
kata kerja tersebut di atas dapat dilihat, yang berfungsi sebagai predikat atau
inti predikat, pada kalimat di bawah ini.
Tau
ero mattengngang lari ‘orang itu sedang lari’
Bang
oto malleqpoq ‘ban mobil meledak’
Anaq-anaq
ero matinro tongeng ‘anak-anak itu tidur betul’
4.
Transposisi
Kata-kata
kerja pun dapat dipindahkan jenisnya ke jenis kata lain dengan bantuan morfem
terikat, misalnya:
Menung
‘minum’ menjadi parenung ‘peminum’ atau enungeng ‘tempat minum
KK KB KB
Demikian juga sebaliknya, jenis kata
lain dapat dialihkan menjadi jenis kata kerja, misalnya:
Elong
‘nyanyian’ menjadi makkelong ‘menyanyi’
KB KK
Bola
‘rumah’ menjadi maqbola ‘membuat rumah’.
KB KK
C.
Kata
Sifat atau Adjektiva
Untuk
menentukan apakah suatu kata termasuk kata sifat atau tidak, ditempuh cara
seperti yang dilakukan pada kata benda atau kata kerja, sebagai berikut.
1.
Ciri Morfologis
Dari
segi ciri morfologis atau bentuk, kata sifat bahasa Bugis dapat berbentuk,
misalnya:
Si-battoa-battoa-na ‘se-besar-besar-nya’
Si-sakka-sakka-na ‘se-lebar-lebar-nya
Si-lampe-lampe-na ‘se-panjang-panjang-nya’
Si-kessing-kessing-na ‘se-baik-baik-nya’
Si-jaq-jaq-na ‘se-buruk-buruk-nya’
Si-taneq-taneq-na ‘se-berat-berat-nya’
Si-ringeng-ringeng-na ‘se-ringan-ringan-nya’
Si-cenning-cenning-na
‘se-manis-manis-nya’
Si-paiq-paiq-na ‘se-pahit-pahit-nya
Si-pute-pute-na ‘se-putih-putih-nya
Si-bolong-bolong-na ‘se-hitam-hitam-nya
Jadi,
kata battoa, sakka, lampe, kissing, jaq, taneq, ringeng, cenning, paiq, pute,
dan bolong termasuk jenis kata sifat dalam bahasa Bugis.
Dalam
cerita lama ditemukan rangkaian kata: joppani si-joppa-joppa-na ‘ia berjalan ke
mana-mana’. Kata joppa (yang pertama) adalah kata kerja, sedangkan kata
joppa-joppa yang diapit oleh si- dan –na hanya bersifat menerangkan.
Juga
kata yang mengandung afiks sebagai berikut termasuk jenis kata sifat.
Ta-
(taG-, tappa-, takka-), mari-, maqdi-, ka-…-ang
Misalnya:
Tattahang ‘tertahan’
Tasseleng ‘terkejut’
Taqgappo ‘tertumbuk’
Tappaliweng ‘terlanjur’
Takkapepeq ‘terkepepet’
Mariolo ;terdepan’
Mariwiring ‘terpinggir’
Magdimunri ‘kemudian’
Maqdiolo ‘lebih dahulu’
Kaporeang ‘keunggulan’
Kapujiang
‘kepujian’
2.
Ciri Sintaksis
Dari
segi frase, kata sifat dapat diterangkan oleh kata-kata: kaminang ‘paling’,
leqbi ‘lebih’, siseng ‘sekali’.
Misalnya:
Kaminang
battoa ‘paling besar’
Leqbi
battoa ‘lebih besar’
Battoa
siseng ‘besar sekali’
Kaminang
baiccuq ‘paling kecil’
Leqbi
baiccuq ‘lebih kecil’
Baiccuq
siseng ‘kecil sekali’
Kaminang
tanre ‘paling tinggi’
Leqbi
tanre ‘lebih tinggi’
Matanre
siseng ‘tinggi sekali’
3.
Ciri Semantik
Kata
sifat atau adjektiva dapat juga dikenal dengan ciri gradasi semantisnya,
seperti berikut.
Baiccuq ‘kecil’
Baiccu-iccuq ‘kecil-kecil’
Baiccuq
laqdeq ‘kecil sekali’
Kaminang
baiccuq ‘paling kecil’
Mapute ‘putih’
Mapute-pute ‘putih-putih’
Ma[ute
laqdeq ‘putih sekali’
Kaminang
mapute ‘paling pute’
Sogi ‘kaya’
Sogi-sogi ‘kaya-kaya’
Sogi
laqdeq ‘kaya
sekali’
Kaminang
sogi ‘paling kaya’
Sogi
tallangka-langka ‘kaya raya’
Jadi,
kata baiccuq, mapute, sogi, adalah jenis kata sifat.
4.
Transposisi
Semua
kata yang tergolong dalam kata sifat dapat berpindah jenis ke jenis kata lain
dengan bantuan morfem terikat, misalnya:
Pute ‘putih’ menjadi
mapute ‘menjadikan putih’, pappute ‘pemutih’, pappapute
KS KK
KB KB
‘alat untuk memutihkan’
Demikian
juga sebaliknya, jenis kata lain dapat dipindahkan menjadi jenis kata sifat,
misalnya:
Ukka
‘buka’ menjadi taqbukka ‘terbuka
KK KS
Pere
‘geser’ menjadi tappere ‘bergeser’
KK KS
Rempeq
‘lontar’ menjadi taqdempeq ‘terpelanting’
KK KS
D.
Kata
Ganti atau Pronomina
Jika
ditinjau dari segi artinya, kata ganti atau pronominal ialah kata yang dipakai
untuk mengacu ke suatu nomina. Nomina Ali dapat diacu dengan pronominal alena
‘ia’. Bentuk –na pada Ali mapeqdi ajena ‘Ali sakit kakinya’, mengacu ke kata
Ali
Jika
dilihat dari segi fungsinya, dapat dikatakan bahwa pronominal atau kata ganti
menduduki posisi yang umumnya diduduki oleh nomina atau kata benda, seperti
subjek, objek, dan dalam jenis kalimat tertentu juga predikat.
Ada
tiga macam kata ganti dalam bahasa Bugis, yaitu (1) kata ganti persona, (2)
kata ganti petunjuk, dan (3) kata ganti penanya.
(1) Kata
Ganti Persona
a) Kata
ganti persona pertama
1) Persona
pertama tunggal
Iyaq ‘saya’, misalnya:
Iyaq maruki ‘saya menulis’
Aleku ‘diri saya’, misalnya:
Aleku molli ‘diri saya
memanggil’
u- ‘ku-‘, misalnya:
ualai paqbura ‘kuambil ia
obat’
-aq ‘saya’, misalnya:
Alakkaq ‘berikan saya
-ku ‘ku-‘, misalnya:
Bolaku ‘rumahku
Bentuk u- adalah
proklitik, sedangkan bentuk –aq dan –ku adalah bentuk enklitik. Bentuk enklitik
–ku menyatakan milik atau kepunyaan.
2) Persona
pertama jamak
Idiq ‘kita’, misalnya:
Idiq malai ‘kita mengambilnya’
Ta- ‘kita’, misalnya:
Talao ‘kita pergi’
Talaona ‘kita pergilah’
Talao bawanna ‘kita pergi
saja’
-ta ‘kita’, misalnya:
Bolata ‘;rumah kita’
Jamatta ‘pekerjaan kita’
Aleta ‘diri kita’
Bentuk ta- adalah
proklitik yang bervariasi dengan bentuk idiq sebagai bentuk bebas. Bentuk –ta
adalah enklitik yang menyatakan milik.
b) Kata
ganti persona kedua
1) Persona
kedua tunggal
Iko ‘engkau’, misalnya:
Iko lao ‘engkau pergi’
Laono iko ‘pergilah engkau’
Iko malai ‘engkau
mengambilnya’
Idiq ‘engkau’ (hormat),
misalnya:
Joppaniq idiq ‘berangkatlah
Anda’
Idiqna ‘engkaulah’
Idiq lolongengngi ‘engkau
menemukannya’
2) Persona
kedua jamak
Untuk
kata ganti persona kedua jamak, juga digunakan kata iko atau idiq, tetapi hanya
diiringi dengan kata maneng atau kata pada yang mendahuluinya, yang berarti
‘semua’, misalnya:
Iko
maneng (pada iko) parellu maqguru ‘engkau semua perlu belajar’
Iko
maneng (pada iko) jamai ‘engkau semua mengerjakannya’
Idiq
maneng (pada idiq) massumpung lolo ‘kita semua berkeluarga’
c) Kata
ganti persona ketiga
Kata
ganti persona ketiga sama halnya dengan kata ganti persona kedua, yaitu ada
yang mengacu pada persona tunggal dan ada yng mengacu pada persona jamak.
1) Persona
ketiga tunggal
Ia (alena) ‘ia, dia’,
misalnya:
Ia (alena) malai
‘ia mengambilnya’
Ia taroi ‘ia
menyimpannya’
Ia memeng ‘ia
memang’
-na ‘-nya’, misalnya:
Bolana
‘rumahnya’
Jamanna ‘pekerjaannya’
Carana ‘caranya’
Bentuk –na adalah
enklitik yang menyatakan milik.
2) Persona
ketiga jamak
Untuk
kata ganti persona ketiga jamak, juga digunakan kata alena, tetapi hanya
diiringii ‘ dengan kata maneng atau kata pada yang mendahuluinya, yang berarti
‘semua’, misalnya:
Alena
maneng (pada alena) malai ‘mereka semua mengambilnya’
Bentuk
enklitik –na di samping menyatakan milik persona ketiga tunggal, juga digunakan
untuk menyatakan milik persona ketiga jamak, misalnya:
Jamanna
‘pekerjaannnya’
(2) Kata
Ganti Petunjuk
Kata
ganti petunjuk dalam bahasa Bugis ada tiga macam, yaitu (1) kata ganti petunjuk
umum, (2) kata ganti petunjuk tempat, dan (3) kata ganti petunjuk ihwal.
a) Kata
ganti petunjuk umum
Kata
ganti petunjuk umum ialah: iyae ‘ini’, iyatu ‘itu’, iyaro ‘sana’, dan anu ‘anu’.
Iyae:
mengacu ke acuan yang dekat pada pembicaraan atau ke masa sekarang, misalnya:
Iyae
bola e maloppo ‘ini rumah besar’
Iyae
wettu e, wettu paqbosing ‘ini waktu, waktu penghujan’
Iyatu:
mengacu ke acuan yang agak jauh dari pembicara atau yang dekat pada lawan
bicara ataukah ke masa lampau, misalnya:
Iyatu
muala ‘itu kauambil’
Iyatu
wettu e, wettu serang ‘itu waktu, waktu kemarau’
Iyaro:
mengacu ke acuan yang jauh, baik dari pembicara maupun dari lawan bicara,
ataukah ke masa yang lampau, misalnya:
Iyaro
bola e, bola loppo ‘Di sana rumah itu, rumah besar’
Iyaro
wettu e, wettu engngalang ‘waktu itu, waktu menuai’
Anu
(yanu): mengacu ke acuan yang tidak
dapat disebutkan karena lupa atau karena tidak mau disebutkan, misalnya:
Anu
naelli iwenniq ‘Anu dibeli kemarin’
Yanu
naewa sibawa ‘Si ani dilawan bersama’
Kata
ganti anu mengacu pada benda, sedangkan yanu mengacu pada orang.
b) Kata
ganti petunjuk tempat
Kata
ganti penunjuk tempat dalam bahasa Bugis ialah: kuae ‘sini’, kuatu ‘situ’, dan
kuaro ‘sana’. Perbedaan diantara ketiganya berdasar pada tempat pembicara. Yang
dekat digunakan kuae ‘sini’, yang agak jauh digunakan kuatu ‘situ’, yang jauh
digunakan kuaro ‘sana’. Karena kata-kata ini menunjuk tempat atau lokasi, kata
ganti itu sering digunakan dengan preposisi pengacuan arah: ploe ‘dari’, lao
‘pergi’, ri ‘di’.
Misalnya:
Kuae mutaro ‘di sini
kausimpan’
Pole kuae ‘dari sini’
Kuatu muolli ‘disitu
kaupanggil’
Lao kuatu ‘pergi ke
situ’
Kuaru mutaneng ‘di sana
kautanam’
Pole kuaro ‘dari sana
c) Kata
ganti petunjuk ihwal
Kata
ganti penunjuk ihwal (perihal) dalam bahasa Bugis ialah: makkuae ‘begini’, dan
makkuatu ‘begitu’, juga makkuaro ‘demikian’, misalnya:
Makkuae
sabaqna ‘begini sebabnya’
Makkuatu
accappurenna ‘begitu akhirnya’
Makkuaro
pada napoji e ‘begitu semua disukai’
Selain
ketiga kata penunjuk tersebut di atas, walaupun tidak dapat disebut kata ganti
ada juga kata yang digunakan untuk menegaskan hubungan bagian sebelumnya dengan
bagian yang berikutnya, yaitu kata kuaena ‘yakni’, misalnya:
Maega
bua-bua ibaluq ri pasa e, kuaena: panasa, pao, sibawa mannike
‘banyak
buah-buahan dijual di pasar itu, yakni: nangka, mangga, dan semangka.
Maega
manuq-manuq ri aleq e, kuaena: bekku, dangnga, sibawa dongi.
Banyak
burung-burung di hutan, yakni: tekukur, nuri, dan pipit.
(3) Kata
Ganti Penanya
Kata
ganti penanya adalah kata ganti yang dipakai sebagai alat penanya untuk
mengetahui sesuatu. Dari segi maknanya, yang ditanyakan dapat berupa (1) orang,
(2) barang, atau (3) pilihan. Kata ganti penanya yang dimaksud adalah sebagai berikut.
Niga
‘siapa’: dipakai untuk menanyakan orang atau nama orang, misalnya:
Niga
yaro? ‘siapa itu?’
Aga
‘apa’: dipakai untuk menanyakanbarang, misalnya:
Aga
muelli? ‘apa kaubeli?’
Aga
nasappa? ‘apa dia cari?’
Kega
‘mana’: diapaki untuk menanyakan pilihan, misalnya:
Kega
mupoji? ‘mana kausukai?’
Disamping
ketiga kata ganti tersebut di atas, ada kata penanya yang lain, meskipun bukan
kata ganti, yaitu: (1) magi ‘mengapa’, (2) uppanna ‘kapan’, (3) kegi ‘di mana’,
(4) pekkogi ‘bagaimana’, (5) siaga ‘berapa’, misalnya:
Magi
mumacai? ‘kanapa kaumarah?’
Uppanna
mulao sompeq ‘kapan kaupergi berlayar?’
Kegi
mutaro boqmu? ‘di mana kausimpan bukumu?’
Siaga
ellina? ‘berapa harganya?’
E.
Kata
Bilangan atau Numeralia
Kata
bilangan atau numeralia ialah kata yang digunakan untuk menghitung banyaknya
maujud (orang, binatang, atau barang) dan konsep. Frase seperti: dua ngngesso
‘dua hari’, tellu mpuleng ‘tiga bulan’, lima ttaung ‘lima tahun’, taung madua e
‘tahun kedua’, dan siaga-siaga masaala ‘beberapa masalah’ menhgandung kata
bilangan, yaitu: dua ‘dua’, tellu ‘tiga’, lima ‘lima’, madua e ‘kedua, dan
siaga-siaga ‘beberapa’, misalnya:
Dua
ngngesso maqjama ‘dua hari bekerja’
Tellu
mpenni laona sompeq ‘tiga malam perginya berlayar’
Lima
ttaung jancinna ‘lima tahun janjinya’
Taung
madua e makkukuae ‘tahun kedua yang sekarang’
Siaga-siaga
masaala nasalai ‘beberapa masalah ditinggalkan’
Pada
dasarnya dalam bahasa Bugis terdapat tiga macam kata bilangan, yaitu: (1) kata
bilangan pokok yang member jawaban atas pertanyaan siaga? ‘berapa?’, (2) kata
bilangan tingkat yang member jawaban atas pertanyaan ia masiaga e? ‘yang
keberapa?’, dan (3) kata bilangan pecahan.
1.
Kata bilangan pokok
a. Kata
bilangan pokok tentu
0 = noloq
1 = seqdi
2 = dua
3 = tellu
4 = eppa
5 = lima
6 = enneng
7 = pitu
8 = arua
9 = asera
10 = seppulo
11= seppulo seqdi
dan sterusnya
b. Kata
bilangan pokok tidak tentu
Maega ‘banyak’, ceddeq
‘sedikit’, dan iyamaneng ‘semua’, contoh penggunaannya:
Maega bola ri kampong
ero ‘banyak rumah di kampong itu’
Ceqdeq bawang tau
maqjama ‘sedikit saja orang bekerja’
Iyamaneng pakkampong e
pada engkani sipulung
‘semua penduduk sudah
satang berkumpul’
2.
Kata bilangan tingkat
Kata
bilangan pokok dapat diubah menjadi kata bilangan tingakat. Cara mengubahnya
ialah dengan menambahkan unsure ma-…-(e). khusus bilangan pokok seqdi ‘satu’
dipakai juga istilah mammulang (e) ‘pertama’ disamping maseqdi (e)’kesatu’,
misalnya:
Maseqdi(e)
‘kesatu’ atau mammulang(e) ‘pertama’
Madua(e)
‘kedua’
Matellu(e)
‘ketiga’
Malima(e)
‘kelima’
Maenneng(e)
‘keenam’
Mapetu(e)
‘ketujuh’
Marua(e)
‘kedelapan’
Masera(e)
‘kesembilan’
Maseppulo(e)
‘kesepuluh’
Maseppuloe(e)
seqdi ‘kesebelas’
dan
seterusnya.
3.
Kata bilangan pecahan
Kata
bilangan pecahan dalam bahasa Bugis adalah sebagai berikut:
dan
seterusnya
F.
Kata
Keterangan atau Adverbia
Kata
keterangan atau adverbial adalah kata yang member keterangan pada kata kerja,
kata sifat, kata benda predikatif (nomina predikatif), atau kalimat. Comtoh
penggunaannya dalam kalimat sebagai berikut.
Maelokaq
mapperi-peri lesu ‘saya mau lekas-lekas pulang’
Kata
mapperi-peri ‘lekas-lekas’ adalah kata keterangan yang menerangkan kata
kerjakerja lesu.
Tau
ero makkesing laddeq ‘orang itu baik sekali’
Kata
laddeq ‘sangat’ adalah kata keterangan yang menerangkan kata sifat makessing.
Kakakuq
paqgalummi ‘kakak saya cuma petani’
Kata
mi ‘cuma’ (yang dirangkaikan dengan kata sebelumnya) adalah kata keterangan
yang menerangkan nomina predikatif paqgalung ‘petani’.
Sikessing-kessingna
lesu bawanno ‘sebaik-baiknya pulang saja’
Kata
sikessing-kessing ‘sebaik-baiknya’ adalah kata keterangan yang menerangkan
kalimat lesu bawanno ‘pulang saja’.
Kata
keterangan dalam bahasa Bugis dapat diidentifikasikan dengan memperhatikan
(bentuk), (2) struktur sintaksis, (3) maknanya.
1.
Bentuk keterangan
a. Yang
monomorfemis
Misalnya:
Laqdeq ‘keras’
Leqbi ‘lebih’
Sennaq ‘terlalu,
sekali’
b. Yang
polimorfemis
Misalnya:
Mammekko-mekko
‘diam-diam’
Masittaq-sittaq
‘cepat-cepat’
Ati-ati ‘hati-hati’
Sitanre-tanrena
‘setinggi-tingginya’
Silamung-lamunna ‘sedalam-dalamnya’
Mate-mateang
‘mati-matian’
Mammaging-maging
‘mudah-mudahan’
2.
Struktur sintaksis keterangan
Dari segi struktur
sintaksis, kata keterangan dapat mendahului atau mengikuti kata yang
diterangkan, misalnya:
Matanre laqdeq ‘tinggi
sekali’
Malasa laqdeq ‘sakit
keras’
Leqbi panceq ‘lebih
rendah’
Majaq sennaq ‘jelek
sekali’
Masittaq-sittaq lesu
‘cepat-cepat pulang’
Lesu masittaq-sittaq
‘pulang cepat-cepat’
Mapperi-peri joppa
‘tergesa-gesa berjalan’
Joppa mapperi-peri
‘berjalan tergesa-gesa’
Ajaq muapperi-peri
joppa! ‘jangan kautergesa-gesa berjalan’
Magi mumasittaq-sittaq
lesu? ‘kanapa kaucepat-cepat pulang?’
Kata leqbi, laddeq,
sennnaq, masittaq-sittaq, dan mapperi-peri adalah kata keterangan.
3.
Makna kata keterangan
Makna
kata keterangan adalah ditinjau dalam kaitannya dengan unsur lain pada suatu
struktur (kaitan relasional). Makna relasional kata keterangan dapat dilihat,
baik pada frase maupun pada klausa atau kalimat.
Frase
makessing laqde ‘sangat cantik’, kata makessing ‘cantik’ adalah inti dan laqde
‘sangat’ menjadi pewatasnya, deikian jufa frase toil pole ‘sering datang’, kata
pole ‘datang’ adalah inti dan toli ‘sering’ menjadi pewatasnya.
Frase
makessing laqde ‘sangat cantik’ adalah frase sifat, sedangkan toil pole ‘sering
datang’ adalah frase kerja. Kata laqde ‘sangat’ adalah kata keterangan pewatas
kata sifat, sedangkan kata toil ‘sering’ adalah kata keterangan pewatas kata
kerja.
Kata
keterangan pewatas kata sifat, misalnya:
Kurang
‘kurang’
Leqbi
‘lebih’
Laqdeq
‘keras sekali’
Siseng
‘sekali’
Makkuaro
‘begitu’
Kata
keterangan pewatas kata kerja, misalnya:
Toli
‘sering’
Wettu-wettu
‘sewaktu-waktu’
Pura
‘sudah’
Paulle
‘mungkin’
Kata
keterangan yang jangkauannya meliputi seluruh kalimat atau klausa tidak terikat
pada batas frase. Kata keterangan jenis itu biasanya dapat berpindah tempat
dalam kalimat, misalnya:
Biasanna
lesu I tetteq dua ‘biasanya ia pulang jam dua’
Lesu
I biasanna tetteq dua ‘ia pulang biasanya jam dua’
Lesu
I tetteq dua biasanna ‘ia pulang biasanya jam dua’
Kata
biasanna adalah kata keterangan.kata keterang seperti biasanna ‘biasanya’
adalah sitongenna ‘sebenarnya’, sikessinna ‘sebaiknya’, samanna ‘rupanya,
agaknya’.
G.
Kata
Tugas
Disamping
nomina, verba, adjektiva, dan adverbial, masih ada jenis kata lain yang
mempunyai ciri khusus. Jenis kata yang dimaksud adalah kata tugas. Kata seperti
ri ‘di, ke, dari’, silaong ‘dan, dengan, serta’ termasuk jenis kata tugas.
Ciri
kata tugas dapat dilihat sebagai berikut:
1.
Ciri Morfologis
Hampir
semua kata tugas tidak dapat mengalami perubahan bentuk. Jika dari jenis nomina
dareq ‘kebun’ kita dapat mengubahnya menjadi paqdareq ‘tukang kebun’,
pappaqdareq ‘pengelola kebun’; dari jenis verba uki ‘tulis’ kita dapat
mengubahnya menjadi maruki ‘menulis’, paruki ‘alat menulis’; dari kata tugas seperti
ri ‘di, ke, dari’, paleq ‘lah’, muto ‘juga’, tidak dapat menurunkan kata lain.
Beberapa perkecualian, kata tugas seperti sabaq ‘sebab’, lettuq ‘sampai’, dapat
berubah menjadi kata lain: nasabari ‘menyebabkan’, assabareng ‘penyebab’,
mappalettuq ‘menyampaikan’, pappalettuq ‘penyampaian’.
2.
Ciri Sintaksis
Ciri
sintaksis kata tugas dalam bahasa Bugis adalah sebagai berikut:
a. Tidak
dapat menempati posisi subjek dalam pola kalimat S-P
Ero
masekkang ‘itu ganas’
b. Dapat
menduduki posisi perluasan subjek
Buaja emmi masekkang ‘buaya saja yang ganas’
c. Tidak
dapat menempati posisi predikat dalam pola kalimat
Buaja ero paleq ‘Buaya itu rupanya’
d. Dapat
menempati posisi perluasan predikat
Buaja ero masekkang tongeng ‘Buaya itu ganas betul’
e. Dapat
bersifat eksklusif dalam posisi intrakalimat
Makkoniro,
caritana la Beu ‘begitulah, ceritanya La Beu’
f. Dapat
berada pada posisi antarklausa
Maelo mui lao narekko
maccoe I anrinna ‘mau saja ia pergi jika mengikut adiknya’
g. Tidak
dapat menjadi inti dalam frase endosentrik, hanya dapat menjadi unit atribut,
misalnya:
Buaja e ‘buaya itu’
Masekkang lanreq ‘ganas sekali’
Frase
tersebut adalah frase endosentrik karena mempunyai distribusi yang sama dengan
salah satu unsurnya, yaitu buaj dan masekkang. Buaja dan masekkang adalah unit
inti, sedangkan e dan lanreq adalah unit atributif.
h. Tidak
dapat menjadi penanda dalam frase eksosentrik, hanya dapat menjadi penanda,
misalnya:
Ri
bolana
‘di rumahnya’
Frase
tersebut ada;ah frase eksosentrik karena tidak mempunyai distribusi yang sama
dengan salah satu atau semua unsurnya: bolana menduduki posisi petanda,
sedangkan kata tugas ri ‘di’ hanya menduduki posisi penanda.
3.
Ciri Semantis
Berbeda
dengan nomina, verba, adjektiva, dan adverbial, kata tugas hanya mempunyai arti
gramatikal, tidak memiliki arti leksikal. Hal ini berarti bahwa arti suatu kata
tugas ditentukan bukan oleh kata itu secara tersendiri atau secara lepas,
tetapi oleh kaitannya dengan kata lain dalam frase atau kalimat. Sebagai
contoh, jika untuk nomina seperti bola ‘rumah’ kita dapat memberika arti
berdasarkan kodrat kata itu sendiri benda tang terdiri atas lantai, dinding,
atap, dan sebagainya, utnutk kata tugas tidak berkeadaan seperti itu. Kata
tugas seperti ri ‘di, ke, dari’ mempunyai arti bila dirangkaikan dengan kata
lain, misalnya:
Monro
ri bola e ‘tinggal ia di rumah itu’
Kata
tugas dalam bahasa Bugis adalah jenis kata tertutup, artinya tidak mudah
terpengaruh oleh unsur asing. Tidak seperti halnya kata lain di samping
digunakan kata asseqding juga dipakai kata persatuang, kata paqdennuang, dengan
kata pengharapang.
Kita
dapat berkesimpulan bahwa kata tugas ialah kata yang tugasnya semata-mata
memungkinkan kata lain berperanan dalam kalimat.
4.
Klasifikasi Kata Tugas
Berdasarkan
peranannya dalam frase atau kalimat, kata tugas dibedakan atas lima kelompok:
(1) preposisi, (2) konjungsi, (3) interjeksi, (4) artikel, (5) partikel.
a.
Preposisi
Preposisi
atau kata depan ialah istilah kata tugas yang bertugas sebagai unsur pembentuk
frase preposisional. Preposisional terletak pada posisi awal frase, dan unsur
yang mengikutinya dapat berupa nomina, verba, atau adjektiva. Dengan demikian,
dari nomina bola ‘rumah’, dari verba matinro ‘tidur’ atau adjektiva matoa ‘tua’
dapat kita bentuk frase preposisi ri bola e ‘di rumah’, mau matinro ‘meskipun
tidur’, lettuq matoa ‘sampai tua’. Jenis frase ini disebut frase eksosentrik.
Kata
di, mau, lettuq adalah preposisi.
Engka
i ri bola e ‘ia berada di rumah’
Mau
mattinro, toil mannenna to ‘meskipun tidur, selalu berbicara juga’
Lettuq
matoa, de nataruba sipaqna ‘sampai tua, tidak berubah sifatnya’
b.
Konjungsi
Konjungsi
atau kata penghubung ialah kata tugas yang menghubungkan dua kata, frase,
klausa atau lebih. Kata seperti nennia ‘dan’, sibawa ‘dengan’, silaong ‘serta’,
dan narekko ‘jika’ adalah konjungsi.
Reso
nennia tinulu ‘kerja dan rajin’
Golla
na kaluku ‘gula dan kelapa’
Temmangingngi
sibawa asaqbarakeng ‘tidak jemu
dengan kesabaran’
Masemmmeng
mpenni silaong more ‘demam malam
serta batuk kering’
Maelokaq
lao narekko pajani bosie ‘saya mau
pergi jika hujan berhenti’
c.
Interjeksi
Interjeksi
atau kata seru ialah kata tugas yang merupakan cetusan rasa hati manusia. Untuk
mencetuskan perasaan heran, syukur, dan sedih orang menggunakan kata tertentu
di samping kalimat yang mengandung makna pokok yang dimaksud.
·
Perasaan heran, misalnya:
Astragfirullah,
magi muakkoro! ‘astagfirullah, mengapa begitu!’
·
Perasaan syukur, misalnya:
Alhamdulillah,
madisinno! ‘alhamdulillah, engkau dusah sehat!’
·
Perasaan sedih, misalnya:
Ya,
agana igokengngi! ‘ya, mau diapakan!’
d.
Artikel
Artikel
atau kata sandang ialah kata tugas yang membatasi makna jumlah nomina. Ada
artikel yang bermakna tunggal dan ada yang bermakna jamak atau kelompok.
·
Yang bermakna tunggal
Ia: digunakan untuk
mengiringi nama laki-laki, misalnya:
La Dulla, La Hasang, La taleqbeq
I: digunakan untuk
mengiringi nama perempuan, misalnya:
I Sitti, I Becceq, I Sia
·
Yang bermakna jamak
Yang bermakna jamak
atau kelompok, biasa digunakan ikkeng atau yamanenna, misalnya:
Ikkeng
rupa
tau e ‘kaum umat manusia’
Yamanenna
paqbaluq e ‘semua penjual’
e.
Partikel
Partikel
yang biasa digunakan dalam bahasa Bugis ialah na ‘lah’, dan to ‘pun, juga’.
Keadaannya seperti enklitik karena selalu dilekatkan pada kata yang
mendahuluinya, misalnya:
Ajaqna
mujampangi wi! ‘jangan kau hiraukan’
Maegato
yapparelluang ‘banyak juga yang dibutuhkan’
III.
KESIMPULAN
Dalam
pembagian jenis kata bahasa Bugis, penulis mengacu pada pembagian jenis kata
yang tercantum dalam buku Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia seperti yang
tersebut di atas, tetapi penulis membicarakan tersendiri pronominal dan
numeralia, dan juga mengubah susunannya sehingga menjadi sebagai berikut.
1. Kata
benda atau nomina
2. Kata
kerja atau verba
3. Kata
sifat atau adjektifa
4. Kata
ganti atau pronomina
5. Kata
bilangan atau numeralia
6. Kata
keterangan atau adverbia
7. Kata
tugas atau function word
1) Kata
depan atau preposisi
2) Kata
penghubung atau konjungsi
3) Kata
seru atau interjeksi
4) Kata
sandang atau artikel
5) Partikel
DAFTAR
PUSTAKA
Junus, H.A. M. 2004. Morfologi Bahasa Bugis. Makassar: Badan
Penerbit Universitas Negeri Makassar.
Langganan:
Postingan (Atom)